
BJ Habibie. (Foto: Okezone)
Fakhri Rezy - Okezone
Browser anda tidak mendukung iFrame
JAKARTA - Mantan Presiden BJ Habibie menceritakan
bagaimana Indonesia bisa membuat pesawat terbang. Dirinya mengatakan,
ide pembuatan pesawat bukan darinya, atau karena Presiden Soekarno dan
Soeharto, melainkan ide yang lahir dari Bangsa Indonesia.
Dirinya
mengisahkan, sewaktu proklamasi kemerdekaan, Indonesia harus bisa
mandiri dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pada Januari
1950, Indonesia harus mengirim putra-putri terbaik untuk belajar di luar
negeri, dan difokuskan dalam dua bidang.
Dua bidang tersebut,
yaitu di kirim keluar untuk membuat kapal terbang penumpang, atau
membuat kapal laut untuk barang-barang. Habibie pun mengikuti program
ini saat dirinya masih kelas tiga SMP.
Habibie mengatakan, di
gelombang pertama banyak yang belajar dua bidang tersebut. Akan tetapi
yang mempunyai ide membangun pesawat terbang sendiri adalah Angkatan
Udara, yang menjadi salah satu pendiri Garuda.
"Yang pertama
mengambil inisiatif membuat pesawat terbang, adalah Angkatan Udara RI,"
ujar Habibie di Jakarta, Kamis (26/9/2013).
"Banyak yang dikirim,
tapi yang di garis depan, almarhum Pak Dwieko, salah satu pendiri
Garuda. Dia lebih senior dari saya," ujar Habibie.
Dari situ,
dirinya berpikir, jika angkatan bersenjata, baik angkatan udara,
angkatan darat dan angkatan laut adalah yang paling mengerti dan
memahami teknologi.
"Pak Nurtano salah satu pelopor yang gugur
menjalankan flight test FHR 23. Itu pesawat kecil. Kita butuhnya FHR 25
itu yang besar. Sekarang dia gugur, dan tidak maju-maju lagi," ujar
Habibie.
Selanjutnya, Presiden Soekarno mengambil inisiatif bahwa
pesawat terbang itu penting untuk bangsa Indonesia. Dia pun mengangkat
seorang menteri sebagai menteri koperatif pelaksana pengembangan pesawat
terbang.
"Saya kenal mereka (menteri). Saat itu, saya sedang
membuat S3 saat mereka aktif. Saya S1 umur 22, S2 umur 24, S3 konstruksi
pesawat terbang umur 28 tahun di Jerman. Di tempat pertama kali orang
mempelopori Airbus," ujar Habibie.
Saat S3, dirinya mendapat
ujian untuk merancang pesawat terbang dengan kecepatan lima kali hingga
20 kali lipat dari kecepatan suara. Dirinya pun mengalami kebingungan
bagaimana cara mengembangkan tugas akhirnya.
"Tapi tidak tahu bagaimana mengembangkannya. Tapi kalau enggak dikembangkan enggak dapat S3. Tapi akhirnya saya bisa," ujarnya.
Dari
situ, dirinya, berfikir untuk membuat pesawat yang dapat mendarat
sesuai dengan flight by way, di mana saat pendaratan tidak terjadi
goyangan mengayun.
"Saya kerja di perusahaan Jerman, dan membantu
pembangunan suatu pesawat, yang sekarang jadi pelopor pusat
penerbangan, yaitu Airbus," tutupnya.